1) Teori Sel Apikal–Hofmeister
dan Nageli
Tidak ada perbedaan khusus pada
asal-usul jaringan apikal pada pucuk tumbuhan. Karena seluruh sel pada pucuk batang
berawal dari satu sel tunggal.
2) Teori Histogen–Johannes Ludwig
Emil Robert von Hanstein (15 Mei 1822 – 27 Agustus 1880)
Teori Histogen klasik yang
diutarakan Hanstein pada 1868 menyatakan bahwa ada sejenis stratifikasi
(=pengelompokan, keadaan yang bertingkat–seperti pada kata “strata sosial“)
pada ujung batang tumbuhan angiospermae. Hanstein menyatakan adanya bagian
pusat tanaman yang diselimuti oleh beberapa lapisan yang tersusun rapi, yang
saling menyelubungi dengan ketebalan yang konstan (kamsud gw, kalo misalnya
lapisan X setebal 1 mm, maka lapisan X itu akan dan hanya akan setebal itu di
seluruh bagian meristem apikal).
Masing-masing lapisan dipercaya terdiri dari beberapa sel meristematis yang saling bertumpukan, yang terletak pada bagian paling pucuk dari batang. Beberapa tahun kemudian, interpretasi teori Hanstein terhadap peran masing-masing lapisan sudah tidak digunakan lagi, tapi konsep dasar tentang adanya lapisan meristem yang bertingkat pada ujung batang tetap digunakan.
Masing-masing lapisan dipercaya terdiri dari beberapa sel meristematis yang saling bertumpukan, yang terletak pada bagian paling pucuk dari batang. Beberapa tahun kemudian, interpretasi teori Hanstein terhadap peran masing-masing lapisan sudah tidak digunakan lagi, tapi konsep dasar tentang adanya lapisan meristem yang bertingkat pada ujung batang tetap digunakan.
Berikut ringkasan teori histogennya
Hanstein:
Meristem primer terdiri dari 3
lapisan sel pembentuk jaringan, yaitu
1) Dermatogen (pembentukan epidermis),
2) Periblem (pembentukan korteks), dan
3) Plerom (pembentukan silinder pusat).
1) Dermatogen (pembentukan epidermis),
2) Periblem (pembentukan korteks), dan
3) Plerom (pembentukan silinder pusat).
3) Teori Tunika Korpus–Schmidt
Sebagai kelanjutan dari
konsep yang dikemukakan Hanstein, Buder dan para muridnya mengembangkan
teori Tunika-Korpus.
Berbeda dengan Hanstein yang
mengemukakan tiga lapisan, Buder hanya megemukakan dua lapisan
jaringan dalam teorinya, yaitu “tunika” yang terdiri dari satu atau
lebih lapisan sel yang menyelimuti “korpus” atau jaringan pusat.
Schmidt, muridnya Buder,
mengembangkan kembali teori ini. Dia menitikberatkan pada perbedaan dua lapisan
ini. Dia menyampaikan ide bahwa perbedaan utama dari tunika dan korpus adalah
perbedaan antara pertumbuhan dan pembelahan sel.
Pertumbuhan pada tunika, yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan melengkung batang, mengakibatkan perluasan permukaan tumbuhan, namun tidak berpengaruh pada ketebalan masing-masing lapisan. Bisa dilihat pada gambar di bawah. Pertumbuhan itu tidak mengakibatkan bagian ujung (paling atas) menjadi tipis dan bagian tepi jadi tebal.
Model Tunika-Korpus dari “meristem apikal” (=pucuk tanaman–bagian atas–yang mengalami pertumbuhan ke atas). Lapisan epidermis [L1] dan subepidermis [L2] disebut tunika. [L3] disebut korpus. Sel-sel di L1 dan L2 membelah secara melengkung untuk menjaga lapisan-lapisan ini tetap terpisah satu sama lain. Sedangkan sel-sel L3 membelah dengan arah yang lebih random lagi.
Sedangkan, pertumbuhan silinder
pusat (korpus) bertitik berat pada pertambahan massa tumbuhan.
Pertumbuhan pada jaringan ini cenderung tidak reguler, yang mengakibatkan
pertambahan massa tumbuhan tidak konstan. Kadang cepat, kadang pelan.
Kerjasama yang baik antara pertambahan
luas permukaan oleh tunika dan pertambahan volume tumbuhan oleh korpus
menghasilkan keserasian pertumbuhan pada tanaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar